SELAMAT DATANG DI IRSAN FAMILY BLOG

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Thursday, April 12, 2007

Tentang Ayah-Ayah Kita

Ini adalah satu cerita. Tentang ayah. Tentang ayah-ayah kita. Ayah mu dan ayah ku. Aku ingat pertama kali kau sisipkan cerita tentang ayahmu dalam obrolan kita. Waktu itu Senin, sekitar pertengahan Februari lalu, selepas berburu foto di Taman Anggrek-Taman Mini Indonesia Indah. Ada dua piring tauge goreng di depan kita
Awalnya ketika aku bertanya; mengapa namamu Eka? padahal kamu bukan anak pertama di keluargamu. Eka biasanya digunakan para orang tua untuk menamai buah hati pertama yang datang dalam hidup mereka.
Dan kau tertawa. Kau adalah orang kesekian yang bertanya tentang itu, ujarmu. Setelahnya aku tahu, namamu, ya Eka itu, adalah nama yang dibentuk dari aksara ayah dan ibumu.
Dan kau bercerita sedikit saja tentang ibu, juga tentang ayahmu.
“Ayahku tak lagi tinggal bersamaku,” kataku cepat- Aku juga,” jawabmu. Siang itu aku tahu, ayahmu berpulang sehari sebelum ulang tahunmu, hampir setahun lalu. Meninggal karena sakit“Tapi perginya ayahku bukan pergi seperti itu,” kataku lagi
Dan aku tak lagi meneruskan kisah tentang ayahku. Bukan sesuatu topik yang dengan mudah kubagi. Dan kita kembali berbagi tutur tentang hal lain.
Di sela perjumpaan-perjumpaan kita, sesekali kau juga berkisah tentang keluarga hangat di timur Jakarta itu. Tentang adik yang kerap kau jahili. Tentang kakak yang sekarang berbadan dua dan lebih rewel. Tentang ibu yang gesit dan aktif berorganisasi. Tentang si embak yang kerap membuat sambal berganti-ganti rasa tiap harinya. Tentang almarhum ayah yang penuh humor.
(kau tahu aku selalu senang mendengarkan cerita tentang keluarga yang dikabarkan oleh orang-orang di sekelilingku. setiap kali mendengar mereka berbincang tentang anggota keluarga yang lainnya aku seperti merasakan ada banyak kasih yang meruap dari cerita mereka)
Dan bagian tentang ayahmu menjadi lebih banyak kudapat saat satu kali kita mengakhiri ritual putar-putar kota jelang tengah malam. Ada sate ayam di depanku. Dan soto ayam di depanmu.
Waktu itu kita sedang berbicara apa ya? Yang aku tahu, kau berbagi tentang hari-hari terakhir ayahmu. Bagaimana ia merasakan gembira yang sangat ketika kemoterapi dihentikan (bukan karena kanker itu membaik, tapi karena usaha kemoterapi pun tak bisa melawan penyakit di tubuh ayahmu), bagaimana keluarga kalian mencoba mencari alternatif pengobatan lain untuk kesembuhan laki-laki yang kalian cintai, juga tentang hari di mana ayah mu pergi.
Dan aku ganti berbagi. Sesuatu tentang ayahku. Laki-laki yang tak pernah ada dalam beragam momen penting yang ada dalam hidupku. Aku bercerita banyak; tentang menumpukan semua kesalahan pada ayahku, tentang rasa benci yang menebal dari hari ke harinya, tentang titik balik dalam hidup, juga tentang memaafkan dan berdamai dengan semua.
Malam itu kita bercerita, tentang ayah-ayah kita.
Aku terbiasa hidup tanpa ayah. Mungkin karena terbiasa, rasa kehilangan akan ketiadaannya dalam berbagai fase dalam hidup tak pernah lagi ku rasakan. Terbiasa menghabiskan hari tanpa ayah membuat aku merasa hidupku sampai sekarang, tetap baik-baik saja. Aku mencintai keluargaku. Mencintai Ma’e dengan sangat. Menyayangi kakak laki-lakiku. Dan sekarang, sejak titik balik itu, aku mulai belajar mencintai ayahku.
Jadi, aku lupa bagaimana rasanya kehilangan. Sesuatu yang mungkin sedang kamu rasakan di hari ini. Setahun sejak ayahmu pergi. Sehari sebelum ulang tahun mu. Rasa kehilangan yang dimuati dengan keyakinan yang penuh kalau ia, ayahmu, tengah bersuka cita di alam sana. Sebab kamu yakin ia orang baik. Tak habis-habisnya orang mendoakan dirinya pada hari di mana ia pergi, dan setelah ia pergi.
Setelah ini ku yakin masih akan ada cerita tentang ayah-ayah kita. Tentang ayah mu yang bijak dan sederetan kisah lucu yang sempat dibuatnya semasa ia hidup. (ceritakan padaku bagaimana ia bernyanyi Dek Sangke dengan iringan musik lagu Bengawan Solo ya, hahahaha). Tentang aku yang tetap belajar mencintai ayahku dan merangkai doa agar ia selalu dalam keadaan baik (kamu tahu, belakangan aku mulai gemar mereka-reka bagian mana dari wajahku yang serupa dengan ayahku ). Tentang ayah-ayah kita. Ya, kita akan bercerita tentang laki-laki yang darahnya menitis dalam tubuh kita dan menuturkannya dengan rasa kasih.
untuk Eka: teriring doa untuk almarhum ayahmu. dan besok; selamat ulang tahun ya. semoga tahun ini jauh lebih baik. semoga semakin bijak. makin tampan *halah*. makin pandai menulis. handal memotret. makin gemar membaca buku dan membaca hidup. carpe diem ayo-ayo makan malam bersama, biar tante atta yang bayar. Hahahahha di kutip dari .negeri-senja.com

No comments: