SELAMAT DATANG DI IRSAN FAMILY BLOG

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Thursday, April 12, 2007

Petualangan Baru

Mmm … kira-kira apa saja yang akan dibawa?Saya membayangkan tas biru -dari sebuah operator seluler- rasanya cocok untuk menampung semua perlengkapan. Petualangan sekitar tiga sampai empat hari?Pakaian ganti, cari yang bahannya nyaman, dan tak mudah kusutBuku, ini wajib. Akan banyak waktu senggang, tak mungkin melamun, menonton televisi juga pasti akan sangat membosankan, mendengarkan musik? Mendengarkan musik sambil tak melakukan apa-apa rasanya juga kurang asyik. Jadi buku adalah teman yang pasti menyenangkan. Di perpustakaan pagi tadi saya menjadi orang pertama yang meminjam For One More Day karya Mitch Albom, di rumah juga ada The Miracle Life of Edgar Mint yang belum sempat dijamah sejak membelinya tahun lalu. Dua saja cukup. Kalau bosan ada Majalah Tempo edisi terbaru. Kalau masih bosan? Minta tolong mitra strategis untuk membawakan beberapa buku
Apa lagi?Handuk, pakaian dalam, selimut harum yang baru diambil dari laundry, lalu Bergson -boneka anjing coklat yang ramah dan sabar- biasanya ditaruh di atas bantal saat membaca buku agar letak kepala lebih tinggi, kalau tidur Bergson bisa menutupi kuping. Nyaman rasanya.
Apa lagi?Pashmina larik-larik merah dari India yang diberikan sahabat tercinta, minyak kayuputih -harum minyak kayuputih menenangkan, hidup tanpa minyak kayuputih rasanya tak mungkin-
mmm …
dan inidan itudan itu
yayaya.
Nanti malam saya akan berkemas. Untuk sebuah petualangan baru. Petualangan yang pintu gerbangnya saya masuki minggu lalu.
jadi prof? tanya saya kala itu pada sosok berambut putih dengan jas putihya, operasi, jawabnya, memandang saya.
Ia lalu mencoret-coret kertas putih. Profesor dengan serentetan gelar di depan dan belakang namanya itu menggambar. Ada luka di sini, di kedua sisinya, katanya sambil terus menggambar, membuat hitam yang lebih pekat pada kedua sisi garis lurus yang ia buat. Operasi akan menyembuhkannya, ucapnya, singkat.
Saya tak banyak bertanya. Usapan di lengan dari suster berbaju hijau, yang bahkan namanya pun tak saya ingat, terasa meneduhkan.
Dalam hidup selalu ada kali pertama, bukan begitu? Nah, ini kali pertama untuk saya. Petualangan baru ini tak ubahnya perjalanan yang sebelum ini pernah saya lakukan (bedanya kali ini saya tak ditemani Teddy -kamera Nikon andalan, yang memahami saya seutuhnya-). Semoga ada nutrisi jiwa yang saya kantungi setelah petualangan baru ini.
Saya tahu saya pasti akan baik-baik saja. Bukan operasi besar, hanya sedang saja. Ma’e tak akan direpotkan. Tak nyaman rasanya membiarkannya mengurus ini dan itu. Tokh saya tak benar-benar sendiri. Mitra strategis dengan sabar memberi dukungan tanpa henti. Teman-teman dekat juga selalu siaga. Saya akan baik-baik saja, hanya perlu memperbaiki sesuatu yang tidak beres di dalam sana. Prof dokter yang handal. Jadi, saya tahu: saya akan baik-baik saja. Pasti.
Selamat berjumpa kembali. Nikmati hari. Pandangi hujan. Ciumi aroma pagi. Bercanda dengan sinar matahari. Lakukan hal-hal menyenangkan yang membuat hati berseri. Jaga kesehatan, banyak minum air putih, terus berolahraga, dan berusaha untuk hidup lebih baik setiap harinya ya dikutip dari www.negeri-senja.com

Baca Lebih lengkap......

Tentang Ayah-Ayah Kita

Ini adalah satu cerita. Tentang ayah. Tentang ayah-ayah kita. Ayah mu dan ayah ku. Aku ingat pertama kali kau sisipkan cerita tentang ayahmu dalam obrolan kita. Waktu itu Senin, sekitar pertengahan Februari lalu, selepas berburu foto di Taman Anggrek-Taman Mini Indonesia Indah. Ada dua piring tauge goreng di depan kita
Awalnya ketika aku bertanya; mengapa namamu Eka? padahal kamu bukan anak pertama di keluargamu. Eka biasanya digunakan para orang tua untuk menamai buah hati pertama yang datang dalam hidup mereka.
Dan kau tertawa. Kau adalah orang kesekian yang bertanya tentang itu, ujarmu. Setelahnya aku tahu, namamu, ya Eka itu, adalah nama yang dibentuk dari aksara ayah dan ibumu.
Dan kau bercerita sedikit saja tentang ibu, juga tentang ayahmu.
“Ayahku tak lagi tinggal bersamaku,” kataku cepat- Aku juga,” jawabmu. Siang itu aku tahu, ayahmu berpulang sehari sebelum ulang tahunmu, hampir setahun lalu. Meninggal karena sakit“Tapi perginya ayahku bukan pergi seperti itu,” kataku lagi
Dan aku tak lagi meneruskan kisah tentang ayahku. Bukan sesuatu topik yang dengan mudah kubagi. Dan kita kembali berbagi tutur tentang hal lain.
Di sela perjumpaan-perjumpaan kita, sesekali kau juga berkisah tentang keluarga hangat di timur Jakarta itu. Tentang adik yang kerap kau jahili. Tentang kakak yang sekarang berbadan dua dan lebih rewel. Tentang ibu yang gesit dan aktif berorganisasi. Tentang si embak yang kerap membuat sambal berganti-ganti rasa tiap harinya. Tentang almarhum ayah yang penuh humor.
(kau tahu aku selalu senang mendengarkan cerita tentang keluarga yang dikabarkan oleh orang-orang di sekelilingku. setiap kali mendengar mereka berbincang tentang anggota keluarga yang lainnya aku seperti merasakan ada banyak kasih yang meruap dari cerita mereka)
Dan bagian tentang ayahmu menjadi lebih banyak kudapat saat satu kali kita mengakhiri ritual putar-putar kota jelang tengah malam. Ada sate ayam di depanku. Dan soto ayam di depanmu.
Waktu itu kita sedang berbicara apa ya? Yang aku tahu, kau berbagi tentang hari-hari terakhir ayahmu. Bagaimana ia merasakan gembira yang sangat ketika kemoterapi dihentikan (bukan karena kanker itu membaik, tapi karena usaha kemoterapi pun tak bisa melawan penyakit di tubuh ayahmu), bagaimana keluarga kalian mencoba mencari alternatif pengobatan lain untuk kesembuhan laki-laki yang kalian cintai, juga tentang hari di mana ayah mu pergi.
Dan aku ganti berbagi. Sesuatu tentang ayahku. Laki-laki yang tak pernah ada dalam beragam momen penting yang ada dalam hidupku. Aku bercerita banyak; tentang menumpukan semua kesalahan pada ayahku, tentang rasa benci yang menebal dari hari ke harinya, tentang titik balik dalam hidup, juga tentang memaafkan dan berdamai dengan semua.
Malam itu kita bercerita, tentang ayah-ayah kita.
Aku terbiasa hidup tanpa ayah. Mungkin karena terbiasa, rasa kehilangan akan ketiadaannya dalam berbagai fase dalam hidup tak pernah lagi ku rasakan. Terbiasa menghabiskan hari tanpa ayah membuat aku merasa hidupku sampai sekarang, tetap baik-baik saja. Aku mencintai keluargaku. Mencintai Ma’e dengan sangat. Menyayangi kakak laki-lakiku. Dan sekarang, sejak titik balik itu, aku mulai belajar mencintai ayahku.
Jadi, aku lupa bagaimana rasanya kehilangan. Sesuatu yang mungkin sedang kamu rasakan di hari ini. Setahun sejak ayahmu pergi. Sehari sebelum ulang tahun mu. Rasa kehilangan yang dimuati dengan keyakinan yang penuh kalau ia, ayahmu, tengah bersuka cita di alam sana. Sebab kamu yakin ia orang baik. Tak habis-habisnya orang mendoakan dirinya pada hari di mana ia pergi, dan setelah ia pergi.
Setelah ini ku yakin masih akan ada cerita tentang ayah-ayah kita. Tentang ayah mu yang bijak dan sederetan kisah lucu yang sempat dibuatnya semasa ia hidup. (ceritakan padaku bagaimana ia bernyanyi Dek Sangke dengan iringan musik lagu Bengawan Solo ya, hahahaha). Tentang aku yang tetap belajar mencintai ayahku dan merangkai doa agar ia selalu dalam keadaan baik (kamu tahu, belakangan aku mulai gemar mereka-reka bagian mana dari wajahku yang serupa dengan ayahku ). Tentang ayah-ayah kita. Ya, kita akan bercerita tentang laki-laki yang darahnya menitis dalam tubuh kita dan menuturkannya dengan rasa kasih.
untuk Eka: teriring doa untuk almarhum ayahmu. dan besok; selamat ulang tahun ya. semoga tahun ini jauh lebih baik. semoga semakin bijak. makin tampan *halah*. makin pandai menulis. handal memotret. makin gemar membaca buku dan membaca hidup. carpe diem ayo-ayo makan malam bersama, biar tante atta yang bayar. Hahahahha di kutip dari .negeri-senja.com

Baca Lebih lengkap......

Wednesday, April 11, 2007

Cerita Jalan mo ke Sumbawa Besar

Dalam perjalanan dar Mataram ke Pulau Sumbawa Besar melewati jalur utara, jalur ini juga bisa mengantarkan kita pada Pulau Gilitrawangan, hanya dengan waktu 10 menit anda sudah bisa ke pulau tersebutDalam perjalanan ke Sumbawa Besar lewat jalur utara memang banyak melihat pemandangan pantai yang bagus karena belum banyak terjamah oleh tangan manusia, jadi masih alami banget..akan tetapi lamanya perjalanan dan fitambah AC mobil kurang begitu mendukung jadi perjalanan sungguh terasa bosan juga apalagi ditambah oarang yang ngajak jalan-jalan kurang begitu memperhatikan perut-perut penumpang, jadi ya...kadang sok jaim gitu...jaim ngejaga muka biar keliatan fresh, tpi sebenernya ga enak banget..jaim ngejaga muka tapi yang namanya perut laper tapi ya...susah ditahan..akhirnya ya...buntutnya ke raut muka penumpang dimobil...tapi eh..akhirnya nyampe juga..baru nyampe dah ngantri kapal lagi..pengin dapet kapal yang bagus malah dapet yang butut..ya dasar..udah nasib kaliii..begitu nyampe di pelabuhan dsumbawa, kalo ga salah namanya tuh Poto Tano (nama yang unik juga...) nah..begitu jalan beberapa kilometer..eh..eh..jalannya bro..jalannya nikung-nikung..dah aja ah..cerita perjalanan gw ke Sumbawa Besar..moga lain kaliii ga dinas ke Sumbawa lagi man...

Baca Lebih lengkap......